REPORTASE  JAKARTA

Kubu Raya, Kalbar –- Setelah enam tahun diduga mencemari lingkungan dengan membuang limbah sawit ke aliran sungai, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) 10 yang dikelola oleh perusahaan BPG di Dusun Harapan Baru, Desa Permata, Kecamatan Terentang, Kubu Raya, kembali menjadi sorotan. 11 Januari 2025.

ZL, seorang warga melaporkan bahwa pihak pabrik diduga mengalihkan pembuangan limbah dengan metode baru untuk mengelabui masyarakat.

Menurut keterangan sejumlah warga, limbah yang sebelumnya mencemari aliran sungai kini dialihkan melalui saluran bawah tanah menggunakan paralon. Metode ini dianggap sebagai upaya pihak pabrik untuk menyembunyikan aktivitas pencemaran yang terus berlanjut.

“Awalnya, kami pikir masalah pencemaran ini sudah selesai. Namun setelah kami selidiki, ternyata limbahnya dialihkan melalui pipa paralon yang ditanam di bawah tanah,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Ancaman kepada Warga?

Selain dugaan pengalihan limbah, muncul pula isu adanya tekanan terhadap warga yang mencoba menggugat masalah ini. Beberapa warga mengaku mendapat ancaman agar tidak lagi mempermasalahkan pembuangan limbah tersebut.

“Beberapa di antara kami mendengar ancaman, entah dari siapa, agar berhenti mempermasalahkan pencemaran limbah ini. Ini sangat meresahkan kami,” kata Z, salah satu tokoh masyarakat Dusun Harapan Baru, Kecamatan Terentang.

Dampak Lingkungan dan Pelanggaran Hukum

Selama enam tahun terakhir, warga Desa Permata merasakan dampak serius dari pencemaran lingkungan akibat limbah sawit. Selain menurunnya kualitas air sungai yang digunakan sehari-hari, ekosistem sekitar juga terganggu. Banyak ikan di sungai mati, dan air menjadi berbau busuk.

Tindakan pabrik ini diduga melanggar beberapa ketentuan hukum, antara lain:

Pasal 60 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal ini melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pelanggaran terhadap pasal ini diatur dalam Pasal 104, yang menyebutkan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.

Pasal 20 Ayat (1) UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Pasal ini mengatur bahwa setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair harus dilengkapi dengan izin dan instalasi pengolahan limbah (IPAL) sesuai standar baku mutu. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 39, yaitu pidana penjara maksimal 4 (empat) tahun atau denda hingga Rp100 juta.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Pabrik yang membuang limbah tanpa pengelolaan sesuai prosedur dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana. Limbah sawit tergolong limbah B3 jika tidak dikelola sesuai aturan, yang berdampak serius terhadap ekosistem.

ZL menegaskan bahwa pemerintah dan dinas terkait harus bertindak tegas terhadap pelanggaran ini. “Kami tidak hanya menuntut penghentian pencemaran, tetapi juga penegakan hukum terhadap pihak pabrik agar memberikan efek jera,” tegasnya.

Tanggapan Pabrik:

Hingga berita ini diterbitkan, pihak PKS 10 belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ini. Tim media yang mencoba menghubungi pihak perusahaan belum berhasil mendapatkan komentar.

Harapan Warga:

Warga Dusun Harapan Baru berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka meminta agar pengelolaan limbah pabrik sawit dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga tidak merugikan masyarakat dan lingkungan.

“Harapan kami sederhana, kami hanya ingin hidup di lingkungan yang sehat dan bersih. Kami tidak meminta banyak, hanya agar hak kami atas lingkungan yang layak dihormati,” pungkas ZL.

Sumber: Warga Masyarakat ZL

Laporan : Gugun

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *