Partisipasi Hubungan Masyarakat (Parhubmas) nya – Ibu RIRIN, disebut-sebut telah melakukan Diskriminasi terhadap Wartawan terkait Peliputan Pemberitaan Kegiatan KPU Provinsi Sumut, saat berlangsungnya acara terkait sosialisasi Pilkada 2024 di Gand Aston City Hall Ballroom, Jum’at (23/8) yang lalu. Informasi yang dihimpun dari kalangan para Wartawan yang bertugas di Medan, Instansi Pemerintah Pelaksana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tingkat Provinsi Sumut atau tingkat Gubernur ini, sebelumnya melayangkan selebaran persyaratan kepada Wartawan yang ingin bekerjasama dengan KPU Sumut via Medsos. Dan barang siapa Insan Pers atau Wartawan yang memenuhi persyaratan dimaksud, akan diizinkan meliput kegiatan KPU Sumut yang ditandai dengan dan sesuai nomor urut saat memasuki tempat acara pelaksanaan kegiatan tersebut. Lalu, usai kegiatan, akan diberikan berupa uang pembinaan senilai Rp. 150.000,- hingga Rp. 250.000 per-Wartawan. Selain itu, bagi para Wartawan yang telah sah dinyatakan bekerjasama (MoU) dengan KPU Sumut, juga akan diberikan kesempatan untuk memuat Iklan KPU Sumut di Media Wartawan masing-masing, yang akan dibayar senilai Rp. 2.500.000,- hingga Rp. 3.000.000,- per Iklan per Wartawan atau per Media (wow, perbandingan yang sangat jauh sekali bukan). Sementara itu, bagi Wartawan yang tidak sempat atau terlambat memasukan berkas persyaratan, atau lewat batas dari batas waktu yang ditentukan, tidak akan bisa lagi menjalin kerjasama dengan KPU Sumut, serta tidak akan diberikan kesempatan untuk melakukan peliputan pemberitaan, apalagi untuk mendapatkan uang pembinaan dari KPU Sumut, alias gigit jari (ZONK). Dalam Selebaran Persyaratan itu, selain Berkas Pendirian Perusahaan Pers, Susunan Redaksi, Kemenkumham, ID Card Pers, Surat Penugasan Wartawan, NPWP, serta lain sebagainya, KPU Sumut juga mencantumkan Sertifikat UKW dan Terverifikasi Dewan Pers yang disebut-sebut sebagai persyaratan utama. Padahal, mengutip pemberitaan yang dilansir oleh Media Online dan Cetak BERITA INDO News (BIN), terbit Senin (15/7) yang lalu, jelas memberitakan, bahwa kedua persyaratan tersebut bukan menjadi ukuran bagi wartawan untuk melaksanakan tugas jurnalistik. Sehingga berita ini naik ke meja redaksi, awak media menganggap bahwa Ketua KPU Sumut Agus Arifin saat didampingi para komisioner antara lain Robby Effendy Hutagalung, Sitori Mendrofa, Kotaris Banurea, Sekretaris Sapran Daulay serta Kabag Maruli Pasaribu dan Kasubag Ririn, yang pernah sebelumnya menegaskan bahwa KPU Sumut pada prinsipnya sangat mendukung keterbukaan informasi khususnya terkait tahapan pilkada yang tengah berjalan saat ini, namun terciderai oleh tindakan yang diskriminatif, pembatasan terhadap wartawan yang mau meliputi menuju Pilkada 2024, dan yang paling fatal adalah penganggaran DIPA untuk iklan para media yang tidak merata serta tidak masuk akal (memunculkan kesenjangan sosial bagi penggiat media), dan ini harus segera dilaporkan ke Komisioner KPU RI serta segera agar diambil tindakan tegas sebelum akan lebih parah lagi terjadi di kalangan para penggiat media Provinsi Sumatera Utara khususnya Kota Medan. (Red/Tim)
Partisipasi Hubungan Masyarakat (Parhubmas) nya – Ibu RIRIN, disebut-sebut telah melakukan Diskriminasi terhadap Wartawan terkait Peliputan Pemberitaan Kegiatan KPU Provinsi Sumut, saat berlangsungnya acara terkait sosialisasi Pilkada 2024 di Gand Aston City Hall Ballroom, Jum’at (23/8) yang lalu. Informasi yang dihimpun dari kalangan para Wartawan yang bertugas di Medan, Instansi Pemerintah Pelaksana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tingkat Provinsi Sumut atau tingkat Gubernur ini, sebelumnya melayangkan selebaran persyaratan kepada Wartawan yang ingin bekerjasama dengan KPU Sumut via Medsos. Dan barang siapa Insan Pers atau Wartawan yang memenuhi persyaratan dimaksud, akan diizinkan meliput kegiatan KPU Sumut yang ditandai dengan dan sesuai nomor urut saat memasuki tempat acara pelaksanaan kegiatan tersebut. Lalu, usai kegiatan, akan diberikan berupa uang pembinaan senilai Rp. 150.000,- hingga Rp. 250.000 per-Wartawan. Selain itu, bagi para Wartawan yang telah sah dinyatakan bekerjasama (MoU) dengan KPU Sumut, juga akan diberikan kesempatan untuk memuat Iklan KPU Sumut di Media Wartawan masing-masing, yang akan dibayar senilai Rp. 2.500.000,- hingga Rp. 3.000.000,- per Iklan per Wartawan atau per Media (wow, perbandingan yang sangat jauh sekali bukan). Sementara itu, bagi Wartawan yang tidak sempat atau terlambat memasukan berkas persyaratan, atau lewat batas dari batas waktu yang ditentukan, tidak akan bisa lagi menjalin kerjasama dengan KPU Sumut, serta tidak akan diberikan kesempatan untuk melakukan peliputan pemberitaan, apalagi untuk mendapatkan uang pembinaan dari KPU Sumut, alias gigit jari (ZONK). Dalam Selebaran Persyaratan itu, selain Berkas Pendirian Perusahaan Pers, Susunan Redaksi, Kemenkumham, ID Card Pers, Surat Penugasan Wartawan, NPWP, serta lain sebagainya, KPU Sumut juga mencantumkan Sertifikat UKW dan Terverifikasi Dewan Pers yang disebut-sebut sebagai persyaratan utama. Padahal, mengutip pemberitaan yang dilansir oleh Media Online dan Cetak BERITA INDO News (BIN), terbit Senin (15/7) yang lalu, jelas memberitakan, bahwa kedua persyaratan tersebut bukan menjadi ukuran bagi wartawan untuk melaksanakan tugas jurnalistik. Sehingga berita ini naik ke meja redaksi, awak media menganggap bahwa Ketua KPU Sumut Agus Arifin saat didampingi para komisioner antara lain Robby Effendy Hutagalung, Sitori Mendrofa, Kotaris Banurea, Sekretaris Sapran Daulay serta Kabag Maruli Pasaribu dan Kasubag Ririn, yang pernah sebelumnya menegaskan bahwa KPU Sumut pada prinsipnya sangat mendukung keterbukaan informasi khususnya terkait tahapan pilkada yang tengah berjalan saat ini, namun terciderai oleh tindakan yang diskriminatif, pembatasan terhadap wartawan yang mau meliputi menuju Pilkada 2024, dan yang paling fatal adalah penganggaran DIPA untuk iklan para media yang tidak merata serta tidak masuk akal (memunculkan kesenjangan sosial bagi penggiat media), dan ini harus segera dilaporkan ke Komisioner KPU RI serta segera agar diambil tindakan tegas sebelum akan lebih parah lagi terjadi di kalangan para penggiat media Provinsi Sumatera Utara khususnya Kota Medan. (Red/Tim)