REPORTASE  JAKARTA

Pontianak,Kalimantan Barat – Dunia pendidikan di Kalimantan Barat digemparkan oleh kasus seorang guru yang ditetapkan sebagai tersangka dalam menjalankan tugasnya. Meski akhirnya kasus ini berujung pada perdamaian, banyak pihak menilai bahwa penyelesaian damai tidak selalu berarti keadilan. Pengamat kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai kasus ini sebagai preseden buruk dalam penegakan hukum dan dunia pendidikan di Indonesia.

Penetapan seorang guru sebagai tersangka menimbulkan trauma psikologis yang tidak hanya dirasakan oleh guru yang bersangkutan, tetapi juga oleh tenaga pendidik lainnya. Dr. Herman Hofi Munawar menilai bahwa kondisi ini dapat berdampak negatif terhadap dunia pendidikan secara luas.

“Jika guru menjadi takut menerapkan disiplin karena ancaman kriminalisasi, maka dunia pendidikan akan kehilangan otoritasnya. Para guru akan cenderung pasif, yang akhirnya berimbas pada kurangnya pembentukan karakter dan kedisiplinan siswa,” ujar Dr. Herman dalam keterangannya kepada media, Kamis (20/3).

Menurutnya, penyelesaian damai dalam kasus ini bukanlah bentuk keadilan yang sesungguhnya, melainkan akibat tekanan sosial dan ancaman hukum yang dihadapi guru. “Kalau guru tidak bersalah, seharusnya ia dibebaskan tanpa perlu adanya kesepakatan damai. Jika kasus seperti ini dibiarkan terus terjadi, dikhawatirkan akan muncul kasus-kasus serupa yang semakin melemahkan posisi guru dalam mendidik,” tambahnya.

Dalam sistem hukum di Indonesia, regulasi telah memberikan perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan tugasnya. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 39 Ayat (1) menyebutkan bahwa guru mendapat perlindungan hukum dari ancaman dan diskriminasi dalam melaksanakan tugasnya.

Sementara itu, Permendikbud No. 10 Tahun 2017 pada Pasal 5 menegaskan bahwa guru tidak dapat dituntut secara pidana atau perdata dalam menjalankan tugasnya, selama sesuai dengan kode etik dan peraturan yang berlaku.

Namun, dalam beberapa kasus, guru kerap kali dijerat dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 80 Ayat (1) yang mengatur pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Dr. Herman menilai, regulasi ini sering kali disalahgunakan tanpa mempertimbangkan konteks pendidikan.

“Seharusnya, aparat penegak hukum memahami bahwa ada aturan yang melindungi guru dalam menjalankan tugasnya. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7 Tahun 2012 sudah menegaskan bahwa hakim dalam menangani perkara yang melibatkan guru harus mempertimbangkan aspek pendidikan dan perlindungan profesi guru,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dr. Herman menekankan bahwa proses penetapan tersangka harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan bukti dan pendapat ahli hukum. “Penetapan tersangka tidak boleh dilakukan sembarangan. Gelar perkara harus dilakukan secara profesional dengan menghadirkan ahli hukum pidana, pengawas penyidik, serta mempertimbangkan aspek keadilan bagi guru,” tegasnya.

Kasus ini menjadi tamparan bagi aparat penegak hukum, terutama dalam hal profesionalisme penyidik. Dr. Herman Hofi Munawar mendesak Kapolda Kalimantan Barat untuk segera mengevaluasi kinerja penyidik guna menghindari malpraktik hukum di masa mendatang.

“Kami mendesak agar ada revitalisasi dan rekonstruksi dalam kinerja penyidik. Penyidik adalah garda terdepan dalam penegakan hukum, dan jika mereka tidak cermat, bisa terjadi kriminalisasi yang tidak seharusnya,” ujarnya.

Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Herman Hofi Law bersama Borneo Education Care menyatakan siap mengawal serta memberikan perlindungan hukum bagi guru-guru yang mengalami kriminalisasi dalam menjalankan tugasnya.

“Kami akan memastikan bahwa kasus serupa tidak terulang. Negara harus hadir untuk melindungi tenaga pendidik, bukan justru mempersempit ruang gerak mereka dengan ancaman kriminalisasi yang tidak berdasar,” pungkas Dr. Herman.

Kasus ini menjadi pembelajaran penting bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara profesional dan berdasarkan konstruksi hukum yang benar, agar tidak merugikan dunia pendidikan serta menimbulkan ketakutan bagi tenaga pendidik dalam menjalankan tugasnya.

Sumber : Dr Herman Hofi Law(LBH)

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *