REPORTASE  JAKARTA

Belopa – Sidang dengan agenda pembacaan pledoi oleh penasihat hukum, terdakwa Abdul Gani ditanggapi serius jaksa penuntut umum (JPU) pada Kamis (27/2/2025) di Pengadilan Negeri (PN) Belopa.

Pembacaan Nota pembelaan alias pledoi dari Penasihat Hukum (PH) Abdul Gani pada Rabu (26/2/2025), menyimpulkan bahwa peristiwa penganiayaan tidak terbukti secara hukum. Penerapan pasal 351 ayat 1 tentang penganiayaan, dinilai tidak tepat berdasarkan fakta persidangan.

“Analisis yuridis, pasal 351 ayat 1 itu, tidak terpenuhi unsur, barang siapa melakukan penganiayaan. Sebab menurut saksi pelapor Nasri, terdakwa memukul dengan tangan kiri sementara saksi Sumarlin dan Linda yang dihadirkan JPU untuk mendukung unsur penganiayaan, malah melihat tangan kanan yang digunakan menganiaya korban Nasri. Disamping itu unsur akibat terhalang aktifitas pun tidak terbukti sebab korban Nasri beraktivitas setelah tiga hari pasca peristiwa dan tidak adanya keterangan dokter, akibat penganiayaan korban jatuh sakit meski merasa sakit setelah dipukul. Tidak juga ada hasil dari pihak berwenang bahwa benar darah yang ada dikunci yang dipakai menganiaya itu identik dengan darah korban, tidak meyakinkan penganiayaan terjadi. Ini berdasarkan dakwaan dan tuntutan JPU”, jelas Irsyad Djafar, penasihat hukum terdakwa Abdul Gani.

Selain itu menurut, Irsyad unsur yang terpenuhi malah pasal duel satu lawan satu. Sebagai mana keterangan terdakwa dan saksi Nasrum.

“Kalau menurut Terdakwa dan Saksi Nasrum, itu terjadi perkelahian tanding sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 KUHP dan alasan pembelaan pada pasal 49 KUHP,” ujarnya.

Lantaran pembelaan yang dinilai cukup beralasan dan meminta agar terdakwa bebas dari tuntutan hingga JPU segera menanggapi sehari sesudah sidang pledoi. Namun dalam tanggapan pledoi penasihat hukum terdakwa, tidak menyinggung tentang subtansi penganiayaan melainkan mempersoalkan adanya ketidakkonsitenan dalam pembelaan.

“JPU tidak tanggapi adanya pemukulan atau penganiayaan dengan tangan kiri atau kanan yang dilakukan Terdakwa. Mana yang sesuai fakta hukum. Justru cenderung mempersoalkan pasal 352 dan pasal 184 KUHP. Ini kan menimbulkan keraguan atas tuntutannya,” ujarnya.

Menurut Irsyad, seharusnya JPU paham dan mampu membedakan analisis yuridis dan hal yang membebaskan terdakwa dalam pledoi.

“Ya, harus bisa dibedakan mana analisis yuridis tentang pemenuhan pasal yang didakwakan dan dituntutkan, dengan hal yang membebaskan terdakwa yang dimohonkan sesuai isi angka romawi empat huruf A, B dan C, telah jelas”, katanya.

Tanggapan atas pledoi atau replik JPU, penasihat hukum terdakwa akan menanggapi tertulis lewat duplik dijadwalkan akan berlangsung pada hari Selasa pekan depan, tanggal 4 Maret 2025.

(Fadly).

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *