Dalam acara Talkshow yang dibagi menjadi dua sesi para narasumber secara bergantian menyampaikan materi seputar filosofi ogoh-ogoh dan cara membuat ogoh-ogoh mulai dari sketsa ogoh-ogoh, bahan yang digunakan (organik/an organik) dengan melibatkan Sekaa Teruna (Karang Taruna) di desa nya masing-masing secara bergotong royong. Dalam sesi kedua narasumber, Gusman Surya yang berasal dari Tampak Siring memberikan tips dan trik serta pengalamanya dalam membuat ogoh-ogoh. Selanjutnya narasumber, I Gede Anom Ranuara mengatakan, jika dilihat dari sejarahnya, ogoh-ogoh berkaitan dengan budaya subak atau pertanian di Bali. Dimana, dengan perjalanan waktu, keberadaan ogoh-ogoh terus berkembang. Jika dilihat dari filosofi agama, ogoh-ogoh tertuang dalam tutur rare angon. Dikatakan Anom Ranuara, saat ini Kota Denpasar tetap konsisten dalam memberikan kreatifitas terhadap seni ogoh-ogoh. Hal ini utamanya fungsi ogoh-ogoh sebagai pengiring upacara keagamaan yang mengutamakan estetika. “Kita tetap konsekuen pada filosofi agama dengan mengutamakan estetika. Dan yang saat ini terus berkembang adalah kreatifitas dan inovasi dari para undagi yang dalam hal ini adalah sekehe teruna,” jelasnya “Kedepan Kesanga Fest terus tumbuh dan berkembang menjadi suatu ajang untuk kreatifitas tanpa batas Yowana Kota Denpasar yang bernafaskan Vasudhaiwa Kutumbakam, yang juga memberikan ruang terhadap pengembangan UMKM dan Ekraf,” ujar Anom Ranuara. (ARTA)
Dalam acara Talkshow yang dibagi menjadi dua sesi para narasumber secara bergantian menyampaikan materi seputar filosofi ogoh-ogoh dan cara membuat ogoh-ogoh mulai dari sketsa ogoh-ogoh, bahan yang digunakan (organik/an organik) dengan melibatkan Sekaa Teruna (Karang Taruna) di desa nya masing-masing secara bergotong royong. Dalam sesi kedua narasumber, Gusman Surya yang berasal dari Tampak Siring memberikan tips dan trik serta pengalamanya dalam membuat ogoh-ogoh. Selanjutnya narasumber, I Gede Anom Ranuara mengatakan, jika dilihat dari sejarahnya, ogoh-ogoh berkaitan dengan budaya subak atau pertanian di Bali. Dimana, dengan perjalanan waktu, keberadaan ogoh-ogoh terus berkembang. Jika dilihat dari filosofi agama, ogoh-ogoh tertuang dalam tutur rare angon. Dikatakan Anom Ranuara, saat ini Kota Denpasar tetap konsisten dalam memberikan kreatifitas terhadap seni ogoh-ogoh. Hal ini utamanya fungsi ogoh-ogoh sebagai pengiring upacara keagamaan yang mengutamakan estetika. “Kita tetap konsekuen pada filosofi agama dengan mengutamakan estetika. Dan yang saat ini terus berkembang adalah kreatifitas dan inovasi dari para undagi yang dalam hal ini adalah sekehe teruna,” jelasnya “Kedepan Kesanga Fest terus tumbuh dan berkembang menjadi suatu ajang untuk kreatifitas tanpa batas Yowana Kota Denpasar yang bernafaskan Vasudhaiwa Kutumbakam, yang juga memberikan ruang terhadap pengembangan UMKM dan Ekraf,” ujar Anom Ranuara. (ARTA)