Reportase Jakarta, Denpasar Bali. Pimpinan Redaksi Opsinews.id atau dikenal Kartika Oman mengunjungi salah satu Lembaga Kursus Dan Pelatihan (LKP) Tata Rias Dan Busana Adat Bali, LKP AGUNG yang berlokasi di Jalan Anggrek 12 Denpasar, Bali (17/08/21).
Kali ini , RAjT Kartika Oman Putriwijaya selaku Pimred Opsinews.id yang pada saat ini berada di Denpasar Bali, dengan bangga mengenakan busana adat Bali untuk memperingati HUT RI Ke-76 sebagai bentuk kecintaannya kepada tanah air.
Ditemui di LKP yang sekaligus juga sebagai Tempat Uji Kompetensi (TUK) di bawah naungan Yayasan Kecantikan AGUNG, Ketua LKP AGUNG Dr. Dra. AA Ayu Ketut Agung, M.M. menuturkan, sudah banyak pejabat negara yang pernah ia rias, termasuk orang nomor 1 di Indonesia beserta Ibu Negara dan jajaran Kementerian. Bahkan, setiap acara Pesta Kesenian Bali (PKB) yang dibuka Presiden RI, untuk urusan busana dan tata rias adat Bali yang dikenakan selalu dipercayakan kepada Bu Agung-demikian sapaan akrabnya.
Bali kaya akan busana adat karena tiap daerah juga memiliki kekhasannya masing-masing. “Busana yang paling simpel adalah Tengkuluk Lelunakan. Dahulu kala busana ini dipakai oleh nenek-nenek atau kaum ibu-ibu kita untuk melindungi kepala dan rambut dari terik sinar matahari. Dan di puri-puri, juga dikenakan saat upacara pengabenan (pembakaran mayat) di Bali,” paparnya.
Seiring perkembangan zaman, tengkuluk yang dipakai sebagai penutup rambut tersebut kini dikembangkan lebih artistik, yakni memanfaatkan tenunan selendang Bali yang modern dan sudah dimodifikasi. Bahkan, tengkuluk lelunakan kini dijadikan busana khas Kota Denpasar. “Tidak hanya di Denpasar, tapi tengkuluk lelunakan sudah dipakai seluruh masyarakat Bali khususnya para wanita yang sudah dewasa. Termasuk saat saya merias ibu-ibu pejabat.
Busana ini juga dipakai untuk menyambut tamu, menari, MC, dan lain-lain,” imbuhnya.
Busana Tengkuluk Lelunakan ini sudah “go international”, alias melanglang buana ke berbagai negara di Asia termasuk 10 negara di Eropa. Pasalnya, setiap lawatannya ke negara manapun, Bu Agung selalu membawa misi budaya, yakni mengenalkan busana dan tata rias adat Bali.
Bagaimana di masa pandemi ini. Adakah pengaruhnya terhadap kegiatan budaya Bali khususnya tata rias dan busana adat Bali?
Bu Agung tak menampik hal itu. Pandemi Covid-19 tak hanya berimbas pada sektor pariwisata, namun ke semua lini karena semua saling keterkaitan. “Sebelum pandemi melanda Denpasar Bali, kami sering diundang memberikan pelatihan tata rias ke hotel-hotel yang ada di Bali. Sejak pandemi, sudah dipastikan tidak ada lagi karena sebagian besar hotel-hotel di Bali tutup,” ujar Bu Agung.
Tak hanya itu, sebelumnya Bu Agung juga sudah menjalin kerja sama dengan hotel bintang lima yang ada di Bali, menawarkan jasa tata rias dan busana adat Bali bagi wisatawan domestik maupun mancanegara yang menginap di hotel tersebut. Tak sedikit pula mereka yang sudah menikah di luar Bali, datang ke Bali ingin mengenakan busana pengantin Bali.
“Dulu sebelum pandemi, dalam setahun bisa puluhan wisatawan dan sekitar 50 pasangan yang memakai jasa kami, tapi sekarang kosong. Kalaupun ada yang datang ke tempat kami, tidak boleh lebih dari 10 orang dan harus mematuhi prokes 5M. Dan durasinya kita atur tidak boleh lebih dari 3 jam kunjungan mereka di tempat kami,” ungkapnya.
Bu Agung menuturkan, ia mulai melakoni bidang tata rias ini sejak tahun 1979.
Berawal dari hobi, kemudian ia berpikir untuk lebih mengasah keterampilannya di bidang tata rias dan busana adat Bali, yang ia sadari bakatnya paling menonjol diantara 6 saudaranya yang lain.
Sebagai pakar kecantikan di Bali, Bu Agung masih terus mengenyam pendidikan hingga bergelar Doktor. Baginya, belajar itu sepanjang zaman. Demikian halnya dengan apa yang ia lakoni kini, merias adalah swadarmaning geginan. Dibayar maupun tak dibayar, merias tetap ia jalani. Prinsipnya, walaupun semuanya butuh uang tapi uang bukan segala-galanya. “Saya berkeyakinan, dengan kita sering berbagi, rezeki dari Tuhan tidak akan mati. Buktinya kami masih bisa bertahan sampai sekarang,” ujarnya.
Bagi Bu Agung, busana dan tata rias adat Bali adalah salah satu aset dan potensi budaya bangsa Indonesia yang harus dilestarikan bersama. Dan sebagai masyarakat Bali, ia merasa turut bertanggungjawab untuk menjaga, melestarikan, dan mengembangkannya. Karena itu pula, ia bekerjasama dengan berbagai pihak, baik itu instansi pemerintah, swasta, organisasi perempuan, dan media untuk menyosialisasikan dan memberikan kursus singkat gratis tata rias dan busana adat Bali ini ke pelosok desa bahkan sampai ke luar daerah Bali. Bahkan, jika sudah berbau-bau budaya, kerapkali Bu Agung turut mensponsori tata rias dan busana adat Bali.
“Yang tanpa berbayar sudah tak terhitung banyaknya, saya anggap itu ibadah. Apalagi sekarang negara kita masih dilanda pandemi yang belum juga berkesudahan,” ucap Bu Agung.
Meski turut terdampak, ia masih ingin melakukan hal kecil. “Tiap hari kami menerima 20 orang untuk diajari busana Tengkuluk Lelunakan, ini yang paling simpel. Tapi walaupun terlihat gampang, bagi kaum awam yang memasangnya sangat susah. Ada trik-trik khususnya yang bisa dipelajari,” ucapnya.
Seperti yang sudah-sudah, Bu Agung mengaku akan sangat senang sekali menerima kedatangan murid-murid dari seluruh wilayah di Indonesia yang datang ke tempatnya untuk belajar tata rias dan busana adat Bali, khususnya Tengkuluk Lelunakan. “Apapun itu, karena saya sadar tidak punya uang untuk membantu mereka, tapi kalau mau belajar, silahkan datang dan latihan memakai busana Tengkuluk Lelunakan ke tempat kami, gratis,” pungkasnya.
(Win).