Reportasejakarta.com-Jakarta, Presidium Farmasis Indonesia Bersatu (FIB), beserta tujuh pemohon lainnya mengajukan uji materi Permenkes Nomor 3 Tahun 2020, tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit ke Mahkamah Agung RI, dengan memberikan kuasa khusus kepada Tim Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum Yusuf yang berkedudukan di Yusuf Building Mampang Square A-2, Jakarta.

Seperti sudah diketahui bersama, FIB menolak penerapan PMK No. 3 tahun 2020 tentang klasifikasi dan perijinan rumah sakit menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan pasien akibat tidak dikenalnya pelayanan kefarmasian sebagai suatu pelayanan tersendiri dan hilangnya pelayanan farmasi klinis.

Kuasa Hukum Pemohon FIB, Ketua LBH YUSUF, Mirza Zulkarnaen, SH, MH mengatakan, dengan adanya uji materi ini pelayanan kefarmasian di letakkan kepada porsinya, dan masyarakat terjamin keselamatannya serta adanya apoteker tidak terjadi lagi masalah-masalah tentang obat -obatan seperti ditemukannya obat rusak, kadaluarsa maupun tidak tersedia (obat kosong).

” Bahkan sudah banyak temuan yang ada,” ujar Mirza saat ditemui awak media di Makamah Agung, Jakarta Pusat, Jumat (10/07).

Dijelaskan juga bahwa fungsi dari apoteker sendiri tidak hanya dalam bentuk pengadaan obat saja tapi juga memberikan konseling.

Merujuk PMK nomor 72 tahun 2016 ternyata dalam mempraktekan pelayanan kefarmasian selama ini dapat memberikan manfaat secara klinis bagi pasien.

Sedangkan dengan adanya PMK No. 3 tahun 2020, ada juga kerugian masyarakat.

“Kerugian dari masyarakat juga tidak dapat berkonsultasi ke apoteker ketika pasien sakit (dalam kondisi pasien rawat inap),” jelasnya.

Mirza Zulkarnaen berharap tuntutan dari Farmasis Indonesia Bersatu dikabulkan oleh majelis.

Karena menilik dari sudut pandang ekonomi-kesehatan (Healtheconomy), berbagai studi menunjukkan bahwa integrasi praktek apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien di rumah sakit terbukti dapat memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung.

Peran apoteker dari sudut pandang klinis Permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan obat (Drug Related Problems – DRPs) di rumah sakit khususnya di Indonesia termasuk sangat tinggi bahkan hingga mencapai 56%. Pada setiap 100 orang pasien yang di rawat di rumah sakit, 56 diantaranya akan mengalami permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan obat baik yang ringan sehingga dapat ditahan oleh pasien hingga kasus DRPs yang berat hingga menimbulkan kematian atau kecacatan permanen.

(Red).

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *